Totto-chan: Sekolah Impian Anak

>> Rabu, 06 Mei 2009

Totto-chan, gadis kecil yang nakal. Begitu kaya fantasi, sok tahu dan selalu ingin tahu. Gaya bicaranya ceplas-ceplos. Dia gemar merapat ditepi jendela-- tatkala pelajaran dimulai, hingga bu guru nyaris putus asa menegurnya. Akhirnya, Totto-chan dikeluarkan dari sekolah! Tak putus-asa, sang ibu mendaftarkan Totto-chan ke sekolah gerbong bernama Tomoe Gakuen. Sekolah baru yang menempati gerbong kereta api itu dikepalai oleh Pak Kobayashi. Seorang guru yang baik, sabar dan penyayang.
Di sekolah baru tak ada aturan ketat. Totto-chan begitu girang, bisa leluasa melihat musisi jalanan, juga membayangkan naik kereta api saat liburan. “Wah asyiknya!” Totto-chan amat ‘istimewa’ dimata Pak Kobayashi. “Kamu anak yang baik!” pujinya. Bukan main senangnya hati Totto-chan. Diapun betah bersekolah di Tomoe Gakuen. Sebab, para murid boleh mengubah urutan pelajaran sesuai minat, mulai matematika atau menggambar atau fisika. Terserah pokoknya!
Kisah Totto-chan merupakan rekonstruksi masa kecil Tetsuko Kuroyanagi bertajuk “Gadis Cilik di Jendela”. Kenakalan anak-anak yang sarat dengan kelucuan, adegan persahabatan yang mengharukan, sekaligus menggugah harapan. Ditulis begitu apik dengan deskripsi yang utuh, serta kekuatan narasi yang runtut. Semuanya bertemali dari awal hingga akhir. Banyak hal penting yang bisa dipetik dari kisah Totto-chan, yakni kenakalan tak selalu bernilai negatif.
Anak-anak memiliki dunianya sendiri, kerap ‘bahasa kecil’ mereka tak dipahami oleh para guru atau orang tua. Padahal anak seperti Totto-chan ingin menemukan jawaban atas keingin-tahuannya. Contoh sederhananya, saat pelajaran berenang di kelas Totto-chan. Semua murid diajak telanjang bersama, tanpa ada pikiran minus. Sebab tubuh memiliki bentuknya sendiri. Bahkan Yasuaki-chan (cacat folio) memiliki rasa kepercayaan diri, padahal sebelumnya merasa minder. Begitu juga Totto-chan tak lagi menilai tubuh temannya dengan identifikasi; kecil, kurus, cacat atau gemuk.
Kisah Totto Chan mengingatkan kepada tentang apa yang seharusnya kita lakukan untuk pendidikan anak. Guru atau sekolah seringkali terlalu sibuk mengejar target kurikulum, membebani anak dengan pekerjaan rumah, tes atau ulangan yang tidak ada habis-habisnya, dan tunduk pada birokrasi pendidikan. Kita sering lupa bahwa mendengar suara anak dan mengabaikan hak anak dalam pendidikan.
Buku ini wajib dibaca oleh guru, orangtua murid, dan semua saja yang bersentuhan dengan pendidikan anak. Farida Indriastuti

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Digi-digi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP