School of Rock: Guru tak Bersertifikat

>> Rabu, 06 Mei 2009

Apa jadinya bila seorang Rocker yang nyaris putus asa, tanpa memiliki sertifikat maupun kompetensi mengajar, menjadi guru SD di sekolah elite?
School of Rock adalah kisah zero to hero. Kisah ini diawali ketika Dewey Finn (Black Jack), gitaris yang menjadi pengangguran setelah dikeluarkan dari grup band rock-nya. Terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Dewey nekad menerima tawaran menjadi guru SD di sekolah bergengsi Horace Green. Posisi itu didapatkannya karena ia mengaku sebagai Ned Schneebly, seorang guru yang juga teman sekamarnya.
Pada awalnya Dewey merasa bingung harus mengajarkan apa dan bagaimana mengajar di kelas. Di hadapan para muridnya, Dewey mencoba melewati waktu dengan cara mengajar sesuka hati. Dihadapkan dengan tradisi kelas yang sangat formal dan pertanyaan kritis dan lugu murid-muridnya, Dewey benar-benar mati gaya.
Dewey akhirnya mendapatkan gagasan cemerlang dengan membentuk sebuah band Rock bersama murid-muridnya. Ia membuat projek band rock sebagai tugas sekolah untuk mengikuti festival musik Rock “Battle of The Bands”. Dewey menjalankan rencana aksinya dengan mengatur posisi sesuai minat dan bakat anak. Rencana itu tidak semudah yang ia bayangkan. Ia harus merayu para muridnya untuk mau mengikuti keinginannya tersebut, kemudian menekankan kepada para murid untuk bebas berekspresi sebagai seorang rocker sejati, meyakinkan murid bahwa Rock dapat melatih kecerdasan sekaligus menggugurkan tradisi pemberian peringkat dalam sekolah formal yang sudah terlanjur melekat pada anak didik.
Beberapa siswa yang tidak punya bakat musik juga mesti mendapat tempat dalam projek ini. Dewey akhirnya berhasil membentuk kerjasama di antara murid-muridnya sesuai peran masing-masing. Ia pun terlibat langsung dalam projek ini. Interaksi berlangsung dalam suasana yang dinamis dan demokratis. Tidak ada jarak antara guru dan murid. Dari eksperimen ini, Dewey juga memperkenalkan kepada murid-muridnya sejarah musik rock dengan memperkenalkan grup dan tokoh band legendaris seperti Led Zeppelin, Jimi Hendrix, dan Black Sabath. Akhirnya terciptalah sebuah band yang mendapat usulan nama “School of Rock” dari para murid.
School of Rock berhasil memenangkan hati penonton, orang tua murid dan kepala sekolah dalam festival Battle of The Bands, walaupun para juri memilih salah satu Band pesaing yang merupakan rocker dewasa sebagai pemenang.
Film ini bernuansa komedi musikal tetapi sarat dengan pesan pendidikan. School of Rock merupakan kritik terhadap pendidikan yang formal dan serba kaku. Ia menertawakan pendidikan elitis yang hanya mengedepankan intelejensi tetapi menghilangkan kebebasan kreasi dan mengekang anak. Di tengah program pemerintah yang saat ini gencar melakukan sertifikasi guru, menghargai guru dengan formalitas akademik, ijazah, atau tata cara formal mengajar, film ini mengingatkan kita bahwa siapapun bisa menjadi guru. Pendidikan hanya akan berhasil ketika murid asyik dengan apa yang dipelajarinya.

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Digi-digi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP