BELAJAR MENYENANGKAN DI KOMUNITAS SEKOLAH

>> Rabu, 06 Mei 2009

The Challange of Authentic Education

Joyful Learning in a School Community

oleh Jay and Tony Garland

Buku ini merupakan catatan suami-isteri Jay dan Toni Garland membangun sekolah alternatif di Newhampshire, Amerika Serikat. Sekolah itu dinamai The Well School. Jay sebelumnya mengajar di sekolah yang didirikan pemerintah untuk anak-anak Eskimo. Ketika memulai mengajar, ia mendapati bahwa buku-buku bacaan yang dipakai sama sekali tidak relevan dengan kehidupan anak-anak Eskimo. Atas inisiatif sendiri ia memesan buku-buku bacaan mitologi Yunani kuno yang bisa menjadi bahan diskusi menarik dengan murid-muridnya.
Setelah dua kali masa kontrak, Jay memutuskan meninggalkan sekolahnya. Keputusan itu terutama dilatarbelakangi kekecewaannya setelah mengetahui tujuan sebenarnya sekolah untuk komunitas yang tidak lain merupakan menghilangkan kebudayaan eskimo.

Jay sempat merencanakan pergi ke Inggris untuk mempelajari sistem pendidikan alternatif Waldorf. Akan tetapi rencana itu urung setelah ia ditawari kakaknya untuk mendirikan sekolah sendiri. Kelima anak kakaknya tidak betah sekolah. Berawal dari situlah Jay bersama isterinya membangun sekolah alternatif yang masih eksis sampai sekarang.


The Well lahir sebagai kritik terhadap pendidikan di sekolah-sekolah reguler. Menurut dia, sekolah-sekolah sekarang dikelola mirip perusahaan-perusahaan besar yang tidak sesuai dengan spirit kemanusiaan. Sekolah yang didesain oleh kaum elite industri, kata Jay, menyebabkan banyak siswa miskin dalam kehidupan batinnya. Mereka mirip robot yang tidak memiliki kepribadian, diprogram untuk mengikuti petunjuk, bekerja berdasarkan kepatuhan, dan dipersiapkan untuk menjadi tukang belanja dengan cara berutang.
Jay merupakan seorang guru yang punya dendam terhadap sekolah sekolah reguler. Sampai perguruan tinggi pun, ia tidak bisa menikmati sekolah. Sekolah, dalam pengalaman Jay, telah merampas kebahagiaan masa kecilnya.

Menurut Jay, guru-guru yang pernah mengajar dirinya tidak perlu diragukan kompetensi profesionalnya. Akan tetapi, kata Jay, “Guru adalah sosok bertopeng yang membuat sejumlah parameter di kelas, menentukan setiap aktivitas, dan menentukan kapan sesuatu akan dimulai dan diakhiri. Guru merupakan pembuat peraturan dan pemain orkestra. Guru adalah hakim yang menentukan apa yang dianggap adil, apa yang betul, dan benar. Guru adalah orang yang menjatuhkan hukuman, yang mengontrol apa saja.”
The Well adalah pendidikan yang didasarkan pada kodrat sebagai individu yang tidak terbatas. Sekolah itu tidak didasarkan pada kurikulum yang kaku. Fokus perhatian The Well adalah anak. The Well tidak menyelenggarakan pendidikan konvensional tetapi pendidikan yang menekankan pada hakikat manusia. Sekolah itu tidak mau menjejali anak dengan bertumpuk-tumpuk pengetahuan yang disimplifikasi tetapi mengajak anak membaca karya asli. Pada usia remaja, anak-anak The Well telah membaca dan mendiskusikan cerita-cerita besar tentang spiritualitas, drama-drama terkenal seperti Sopochles, Shakespeare, Eugene O’Neill.
Jay secara terbuka menyatakan bahwa pendidikan yang ditawarkannya bersifat radikal. Dalam arti, melawan pendidikan konvensional. Menurut Jay, pendidikan yang menekankan pada kekayaaan individu dan memfokuskan pada manusia, berlawanan dengan sistem pendidikan umum yang berlaku saat ini. Pendidikan yang ia tawarkan, kata Jay, tidak seperti yang didesaian “para ahli pendidikan” yang semata dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
The Well menararkan pendidikan yang berfokus pada pengembangan induvidu, bukan pada apa yang harus diketahui oleh individu sesuai “para ahli pendidikan” yang dilakukan semata demi peningkatan pendapatan nasional.
Pendidikan yang mempromosikan pengembangan individu akan menghargai ekspresi dan kemerdekaan individu. Pendidikan semacam ini akan melawan konformitas. “Orang-orang datang ke sekolah The Well untuk berbagi kehidupan dan pengetahuan. Kami memilih pendidikan inklusif, yang dipergunakan untuk mendesain prinsip menyatukan manusia sebagai dasar sekolah kami. The Well bukan sekadar sekolah tetapi juga menjadi komunitas,” tulis Jay.
Sejak tahun-tahun awal The Well, sekolah berkembang seperti sebuah keluarga besar. Anak-anak sering menghabiskan waktu di halaman sekolah untuk membuat api unggun dan tidur dengan kantong tidur. The Well menerima siswa dengan terbuka, dengan keberagaman bakat dan keinginan. Mereka tidak hanya memberikan pengakuan pada anak-anak yang dianggap pandai. Tes tidak menjadi bagian penting dalam aktivitas pendidikan mereka.
“Kami ingin memberi pengakuan kepada anak-anak yang mau mengambil risiko, mereka yang mau berbagi dengam komunitas, dan mereka yang mau berbicara kebenaran. Kami ingin anak-anak yang membawa kegembiraan dalam dunia mini kami, mereka yang mencari kebenaran, mereka yang mencintai kehidupan, dan mereka yang menyukai binatang maupun tanaman,” kata Jay.
Buku ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang bergerak dalam bidang pendidikan, khususnya para penyelenggara sekolah alternatif. Pendidikan alternatif tidak seharusnya berhenti pada kegiatan karitatif menyediakan akses pendidikan kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu. Pendidikan alternatif harus berani membongkar sistem persekolahan konvensional. (wis)


0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Digi-digi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP